Tuesday, May 15, 2012

SENANGNYA MEMPERKENALKAN SENI SUNDA PADA ANAK-ANAK ARAB MESIR


Jentreng-nya suara kecapi, disusul teretet-nya suara seruling bambu di tatar Sunda mungkin tidak terlalu asing lagi bagi saya. Tetapi apa yang terjadi saat itu? Senin, 14 Mei 2012 usai menyelesaikan jam ngajar di Sekolah Indonesia Cairo, saya diserbu anak-anak Arab Mesir yang jumlahnya belasan orang. Ini sungguh di luar dugaan saya. Pak Yudi petugas Puskin (Pusat Kebudayaan Informasi) hanya mengabari saya akan datang anak-anak Masir jsa, tanpa menyebutkan jumlahnya. Ya, justru hal itu membuat saya senang bukan kepalang. "Ana mabsut geddan" (maksudnya saya senang sekali) kataku di awal pertemuan sore itu. Spontanitas mereka yang sebagian besar masih siswa kelas 6 Primary School itu. 
Di awal pertemuan itu, setelah basa-basi dan memperkenalkan diri, saya pun memperkenalkan alat musik tradisional khas Jawa Barat, kacapi. Berulang-ulang saya harus memberi contoh cara mengucapkan kata 'kacapi' kepada mereka. Tampaknya perbedaan fonologi bahasa Sunda dan Arab Mesir (Amiyah) lumayan sulit bagi mereka untuk menirukannya. Saya pun mencoba memperkenalkan nada snar satu persatu yang ada pada kacapi. "Jumlah snar pada kacapi ini berjumlah tujuh belas, melambangkan kita shalat sehari semalam sebanyak tujuh belas rokaat," papar saya dalam bahasa Arab Amiyah yang masih pas-pasan. Subhanallah, mereka tampak tersenyum. Mungkin karena semua yang hadir saay itu muslim.
Berikutnya saya pun mencoba "memapah" mereka untuk membunyikan nada-nada da-mi-na-ti-la-da.  Harus berulang ulang namun dengan pasti mereka bisa juga. Kutulis sebuah kata berbahasa Sunda, teu honcewang. Lalu kuucapkan untuk mereka tiru, berulang-ulang, lumayan susah, tapi lama-lama bisa. Demikian seterrusnya, hingga kalimat terakhir dalam kawih yang berjudul Karatagan Pahlawan itu akhirnya rampung juga.
Dari awal pembelajaran, saya melihat sorot mata, raut muka, yang penuh antusias. Ini membuat saya terasa mengawang, berlaga seperti seorang budayawan yang memperkenalkan budaya Indonesia ke mancanegara. Wah jauh tanah ke langit sih. tapi perasaan senang saya atas antusiasnya mereka, membuat saya senang yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata, he he (belagu puitis). Inilah kawih yang saya ajarkan kepada mereka di pertemuan itu. Teu honcewang, sumoreang. Tekadna pahlawan bangsa. Cadu muntur, pantrang mulang. Mun maksud tacan laksana. Berjuang keur, lemah cai. lali rabi tur tega pati. Taya basa menta pamulang tarima, iklas, rido keur korban merdeka.

No comments:

Post a Comment