Rabu 23 Mei 2012 sekitar 50 juta rakyat Mesir akhirnya berbondong-
bondong menuju tempat pemilihan umum untuk menentukan siapa presiden mereka.
Ini pemilu pertama kali bagi rakyat Mesir untuk memilih pesidennya secara bebas
pasca turunnya rezim Mubarak. Untuk pelaksanaan pemilu yang akan berlangsung
dua hari hingga Kamis 24 Mei ini, kantor-kantor instansi pemerintah maupun
perusahaan swasta di Mesir nyaris tutup total untuk mensukseskan acara pesta
demokrasi mereka. Bagaimana
tidak, pemilu kali ini benar-benar akan merefleksikan siapa figur presiden
pilihan rakyat yang sebenarnya. Sejak tumbangnya rezim Mubarak 25 Januari 2011,
Mesir tak ayal bagaikan “Negeri tak bertuan.” Sebab, selama hampir 15 bulan ini
Mesir tidak memiliki presiden dan pemerintahan yang sah. Dalam kurun waktu itu,
pengendali keamanan sepenuhnya dipegang oleh militer Mesir.
Dari sekitar 600-an calon presiden yang mendaftarkan diri, hanya 13 orang saja yang sampai lolos di pemilu presiden ini. Dari 13 kandidat presiden baik dari mantan pejabat rezim lama, kelompok sekuler dan Islamis, empat di antaranya yang termasuk kandidat favorit adalah: (a) Ahmed Shafiq, mantan panglima Angkatan Udara dan sempat menjadi perdana menteri selama aksi unjuk rasa Februari 2011; (b) Amr Moussa, yang pernah menjadi menteri luar negeri dan ketua Liga Arab; (c) Mohammed Mursi, ketua Partai Kebebasan dan Keadilan yang merupakan bagian dari Ikhwanul Muslimin; (d) Abdul Moneim Aboul Faotouh, kandidat presiden independen Islam.
Demi
menjaga kelancaran pelaksanaan pemilu presiden bagi negeri berpenduduk 82 juta
ini, pasukan Militer Mesir berjaga-jaga hampir di setiap sudut kota. Penjagaan
keamanan menjelang pemungutan suara pun terlihat sangat ketat agar tak terjadi
hal yang tidak diinginkan. Semenatara itu, ketua Dewan Tertinggi Angkatan
Bersenjata Mesir meminta agar masyarakat bisa menerima apapun hasil pemilihan
presiden ini. Hal ini disampaikan mengingat banyak indikasi adanya penolakan
hasil pemilu oleh sebagian kalangan jika calon yang didukungnya tidak menang.
Dari sekitar 600-an calon presiden yang mendaftarkan diri, hanya 13 orang saja yang sampai lolos di pemilu presiden ini. Dari 13 kandidat presiden baik dari mantan pejabat rezim lama, kelompok sekuler dan Islamis, empat di antaranya yang termasuk kandidat favorit adalah: (a) Ahmed Shafiq, mantan panglima Angkatan Udara dan sempat menjadi perdana menteri selama aksi unjuk rasa Februari 2011; (b) Amr Moussa, yang pernah menjadi menteri luar negeri dan ketua Liga Arab; (c) Mohammed Mursi, ketua Partai Kebebasan dan Keadilan yang merupakan bagian dari Ikhwanul Muslimin; (d) Abdul Moneim Aboul Faotouh, kandidat presiden independen Islam.
Mengingat
persaingan yang sangat ketat, kecil kemungkinan jika pemilu presiden ini bisa
dilakukan satu putaran. Hal ini dikarenakan mengingat kekuatan rezim lama masih
bagaikan api dalam sekam, ditambah lagi dengan banyaknya kanditat yang menjadi
kontestan. Jika itu terbukti, maka pilpres putaran kedua akan dilakukan pada 16
dan 17 Juni 2012 mendatang.
Menurut
pemantauan penulis selama setahun lebih
di Mesir, pasca turunnya Mubarok kondisi Mesir “panas-panas jahe”. Di sana sini
muncul berbagai gangguan keamanan baik berupa penodongan, penculikan, dan penjambretan. Bahkan sampai peristiwa
tertangkapnya dua mahasiswa Indonesia ketika sedang menjalankan shalat di salah
satu Mesjid di kawasan Abasiyah cukup mewakili gambaran situasi Mesir yang
semakin tak kondusif.
Meningkatnya
gangguan keamanan selama kekosongan pemerintahan ini menimbulkan kekhawatiran
bagi masyarakat asing yang ada di Mesir termasuk WNI. Untuk itu, pihak KBRI
Cairo sempat mengeluarkan peringatan keras terhadap WNI di Mesir, untuk tidak
mendekati tempat-tempat kerumunan massa atau melakukan kegiatan yang mendekati
politik praktis.
Kondisi
yang semakin tak menentu sejak lengsernya Husni Mubarok, sangat berpengaruh
terhadap merosotnya nilai tukar mata uang Mesir, Pond. Jika pada
bulan Januari 2011 nilai tukar EGP (Egypt Pond) 5,5 LE, maka pada saat ini
menjadi 6,04 LE per dollar US. Sungguh suatu kemerotosan yang tak pernah
terjadi sebelumnya. Kemerosotan ini sangat cukup berpengaruh terhadap
harga-harga kebutuhan pokok di Mesir yang juga berdampak pada segi keamanan
negeri Seribu Piramid ini. Beberapa sumber berita menyebutkan bahwa kini Mesir tengah
menghadapi kesulitan ekonomi setelah investasi asing anjlok dari US$ 6,4 miliar
pada 2010 hingga hanya US$500 juta tahun lalu. Selain itu, arus wisatawan asing
yang masuk ke Mesir sebagai salah satu sektor yang menopang perekonomian Mesir
juga menurun hingga diperkiranan sampai sepertiganya.
Sejumlah
pengamat politik di Mesir mengatakan bahwa tugas presiden terpilih nanti cukup
berat. Di satu pihak dituntut harus bisa memenuhi janji mereka namun
diperkirakan akan berhadapan dengan kekuatan oposisi yang merasa “belum kalah”
dalam pemilu presiden. Stabilitas dalam negeri tentu akan menjadi ujian pertama
seratus hari kerja pertama presiden terpilih.
Sebagai
bangsa Indonesia, Mesir Negara pertama yang mengakui kemerdekaan RI tahun 1945,
terntu tak bisa hanya harap-harap cemas. Kita berdoa agar negeri yang memiliki
65 persen sejarah peradaban dunia Islam ini menemukan jati dirinya sebagai
bangsa yang aman, maju, dan tetap bergandeng tangan dengan Indonesia. Banyak
kerja sama Indonesia Mesir yang sampai saat ini terjalin dengan baik. Beasiswa
yang diberikan kepada mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar jumlahnya tak
bisa diremehkan. Sementara itu, Indonesia memberikan sejumlah kemudahan kepada
warga Mesir untuk belajar Bahasa Indonesia secara gratis, pertukaran pelajar
dan mahasiswa kedua Negara, serta memperkenalkan budaya Indonesia kepada pemuda
Mesir, adalah kontribusi yang tidak akan pernah berhenti. (Mr Bars)